Kilasborneo.com – Malang nian nasib rakyat. Sudah berbulan-bulan harga minyak masih saja tak terkendali. Sekalipun pemerintah memberikan solusi dengan adanya Minyak kita yang harga eceran tertingginya Rp. 14.000. Namun nyatanya sejumlah pedagang sembako menjual diatas harga yang telah ditetapkan. Hal ini mau tidak mau mereka lakukan lantaran sudah tidak bisa membeli Minyakita dari agen namun melalui tangan ketiga yang harganya jauh dari harga standar.
Mereka mengeluhkan bahwa tidak sanggup membeli dari agen karena adanya syarat yang harus dipenuhi, yakni bundling dengan produk lain. Jika tidak demikian, maka para pedagang tidak akan bisa mendapatkan Minyak kita. Hal ini sangat disayangkan karena menurut pedagang, Minyak kita banyak peminatnya.
Selisih harga dari tangan ketiga dibandingkan beli langsung ke agen bisa mencapai Rp10 ribu per dus. Maka dari itu, para pedagang eceran tidak bisa menjual sesuai ketetapan pemerintah, Rp14 ribu per liter, melainkan harus menjual Rp16 ribu per liter. Akhirnya klaim pemerintah yang menjadikan Minyak kita sebagai solusi atas mahalnya minyak untuk rakyat, nyatanya gagal. Sebab minyak masih saja mahal dan sulit didapat.
Tidak Ada Pengawasan
Jika ditelisik lebih jauh, harga Minyak kita yang melambung tinggi jelas karena kesalahan dalam regulasi distribusi. Ditambah lagi dengan lemahnya pengawasan dari pemerintah sehingga banyak oknum nakal memanfaatkan situasi dengan meraih untung sebanyak-banyaknya.
Hal ini dibuktikan dengan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh tujuh perusahaan yakni PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta Terpadu, PT Incasi Raya, PT Salim Ivomas Pratama Tbk, PT Budi Nabati Perkasa, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai.
Dalam persidangan ditemukan bahwa para Terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan volume penjualan selama periode pelanggaran.
Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET. Ketika pemerintah memilih mencabut HET, dalam sekejap minyak goreng kembali membanjiri pasar sedangkan harga kembali melambung atau tidak sesuai dengan HET. Padahal sebelumnya, telah diatur UU nomor 5 tahun 1999 pasal 19 huruf C tentang monopoli minyak goreng. Namun ternyata tidak mampu mengatasi adanya mafia atau kartel minyak goreng.(*)
Leave a Reply