Kilasborneo.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menggelar Rapat Paripurna ke 24, yang digelar di Gedung DPRD Kutim baru baru ini.
Paripurna dengan agenda mendengarkan Laporan Panitia Khusus (Pansus) tentang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Kutai Timur Tahun Anggaran (TA) 2023.
Seperti diketahui LKPJ merupakan laporan berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan selama satu tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan kepala daerah kepada DPRD.
Tujuan dari penyusunan LKPJ adalah untuk menyampaikan secara transparansi capaian kinerja berbagai program dan kegiatan selama satu tahun anggaran.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Disebutkan bahwa kepala daerah wajib menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) dan LKPJ pada 21 Maret 2024. Dimana Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman sebelumnya telah menyampaikan LKPJ dalam sidang Paripurna.
Menyikapi hal tersebut, maka DPRD Kabupaten Kutai Timur segera membentuk Pansus yang bergegas melakukan pembahasan melalui Surat Keputusan Nomor 3/2024 tertanggal 21 Maret 2024.
Dalam Paripurna ke 24, Ketua Pansus, Hepnie dalam pidatonya mengatakan penyusunan LKPJ mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 13/2019, tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18/2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13/2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
“Panitia Khusus telah melakukan serangkaian pambahasan. Mulai dari rapat internal, rapat bersama SKPD, uji petik sampel proyek multiyears, kunjungan kerja, hingga finalisasi,” ungkap ia.
Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan oleh Pansus tentang LKPJ Bupati TA 2023, maka pihaknya menghasilkan sejumlah rekomendasi, seperti dokumen LKPJ, yang merupakan dokumen akuntabilitas terhadap publik sebagai upaya meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih dan bertanggungjawab untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, sehingga implementasi kebijakan satu data nasional di daerah diperlukan untuk menjaga akurasi dan konsistensi data yang dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.
“Mengingat beberapa data penting dibeberapa OPD masih belum optimal,” tambahnya.
Selain itu, kata dia, dokumen LKPJ menyampaikan hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, yang membandingkan realisasi pelaksanaan program dan kegiatan dengan targetnya yang telah disusun, sehingga Bappeda sebagai leading sektor harus lebih cermat dalam penyusunan perencanaan.
“Supaya program yang telah ditetapkan dapat terlaksana sesuai target dan meminimalkan silpa,” harap ia.
Tidak hanya itu, menurut Hepnie, optimalisasi tata kelola pemerintahan dengan melakukan reformasi birokrasi yang berorientasi pada perubahan dan perbaikan manajemen ASN dan PPK. Juga, sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah, pengorganisasian program, transparansi informasi publik, penerapan SPBE, dan anggaran berbasis kinerja dalam kebijakan money follow program.
“Pemerintah juga mesti mampu merancang hilirisasi pertanian, peternakan dan perkebunan untuk membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan produktivitas masyarakat,” terangnya.
Sejumlah catatan lain dibeberkan pansus. Seperti memperluas akses program untuk jaminan kesejahteraan sosial, jaminan kesehatan, jaminan pendidikan untuk keluarga rentan dan miskin.
Melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan, program, dan kegiatan di bidang pendidikan agar tercapai peningkatan SDM yang optimal.
Merancang belanja APBD yang inline dengan struktur pembentuk utama PDRB dengan skema memperbesar ruang fiscal belanja modal, belanja hibah, dan belanja program strategis di bidang pembentuk utama PDRB.
Merancang skema pembiayaan APBD yang berorientasi pada meningkatnya daya dorong pertumbuhan ekonomi sektor formil maupun informal dengan fokus pertanian, perkebunan, peteranakan, UMKM/perdagangan dan jasa melalui penguatan kelembagaan.(ADV)
Leave a Reply